Pages

Senin, 29 September 2014

Kita dan Seseorang; sebuah tulisan duet berikutnya; Rama-Sinta

Tentang seseorang. Tentang mereka yang hadir. Tentang mereka yang datang lalu menetap. Tentang yang datang lalu kemudian pergi. Tentang yang datang, pergi, lalu datang lagi. Tentang yang datang, pergi dan tak kembali. Semua masih tentang cinta. Kali ini tulisan duet ini dibuat tanpa harus bertemu. Mari.

Simaklah.Betapa apik ia menyusun potongan pertemuan hingga jadi perpisahan. Lalu kembali mengantarkan perpisahan pada sebuah pertemuan lagi. Dan merangkum semua menjadi teka-teki. Rama, silahkan temui ia di ; jokeray.wordpress.com

Kalimat-kalimat ini menjadi bagian dari cerita pendek berjudul “Lelaki Hujan Perempuan Senja” yang ia tulis...

**Tak ada yang tau bagaimana seseorang masuk di kehidupan kita (RM, Rama)
**Tak ada yang tau bagaimana seseorang masuk  dan menjadi bagian kehidupan kita, orang yang sama sekali asing kemudian menjadi orang terdekat kita. (RM, Rama)
 **Tak ada yang tau bagaimana seseorang masuk  dan menjadi bagian kehidupan kita, orang yang sama sekali asing kemudian menjadi orang terdekat kita. Kemudian, tak lama akan menjadi orang asing lagi.. (RM, Rama)
**Tak ada yang tau bagaimana seseorang masuk  dan menjadi bagian kehidupan kita, orang yang sama sekali asing kemudian menjadi orang terdekat kita. Kemudian, tak lama akan menjadi orang asing lagi. Dan saat semua sudah benar-benar asing, kita ingin kembali mendekat…(RM, Rama)
**Tak ada yang tau bagaimana seseorang masuk  dan menjadi bagian kehidupan kita, orang yang sama sekali asing kemudian menjadi orang terdekat kita. Kemudian, tak lama akan menjadi orang asing lagi. Kemudian, saat semua sudah benar-benar asing, kita ingin kembali menjadi dekat.  Seperti puzzle yang membingungkan, saat kita bertanya: benarkah ini kepingan yang kita butuhkan?  Dan saat kita tau jawabannya, dan semua hampir sempurna, namun kepingan itu sudah tidak bersama kita, bisakah puzzle tersebut tetap menjadi puzzle yang sempurna? (RM, Rama)

Sedangkan aku, masih belum serapi itu menyusun kepingan kejadian hingga bisa dirunut menjadi rentetan kronologis yang bisa dipahami dengan mudah seperti ia menyusunnya di atas, meski diakhir ia masih saja bertanya, tentang puzzle dan kesempurnaan.

Bagiku cinta adalah perkara tiga hal; tentang kepercayaan//tentang hal yang tak terduga//dan tentang harapan.


Tentang kepercayaan. Terkadang ketika kita mencoba membuka ruang percaya dan ruang pengertian selebar-lebarnya, seluas-luasnya, kadang pintu ruang itu dibanting keras oleh lalulalang orang, lalulalang kekecewaan dan lalulalang kehilangan. Hingga akhirnya kita berpikir menutup ruang itu serapat-rapatnya. (YS, Sinta)

Tentang hal yang tak terduga. Terkadang kita terlalu sering menutup mata untuk orang yang selalu berusaha hadir untuk kita, karena kita terlalu sibuk berusaha hadir untuk oranglain. Dan kita tak selalu akan bersama, menikah, lalu berketurunan dengan orang  yang selalu berusaha hadir untuk kita. Begitulah jodoh. Sebuah teka-teki yang kadang lebih kecut dari segelas lemonade. (YS, Sinta)

Tentang harapan.Terkadang kita masih menyisakan kemungkinan di balik ketidakpercayaanya. Seperti kita menyisakan harapan pada segala macam kemungkinan. (YS, Sinta)

DuniaKata.yosinta.  

x

Rabu, 24 September 2014

“Let Get Rich” ; sebuah tulisan “duet” aa-ys

Ia asik sendiri. Berusaha membeli banyak rumah, bangunan, hotel, tanah, pulau, dan atribut lainnya yang menjadi candu baginya dalam dunia fantasinya itu. Game itu memang berhasil mencuri banyak waktu dari sedikit waktu santai yang ia punya. Let Get Rich, game itu memang berhasil menghipnotisnya hingga ia menjadi acuh dengan sekelilingnya. Tidak paham bahwa ada orang yang menunggunya untuk bercerita, berdiskusi, atau melakukan hal lainnya yang mungkin lebih menarik dilakukan berdua.Bukan sendiri. Setelah ia bilang “nyawa habis”, ia  mau tak mau menaruh ponsel pintarnya, lalu memilih duduk disampingku. Ia jadi patnerku dalam tulisan ini.

Kami awali dengan pertanyaan ….
 “Saat rambutku mulai rontok, apakah aku sudah cukup kaya?”

Mungkin ini pertanyaan yang sedang sangat ingin ia jawab dengan permainan Let Get Richnya itu. Mungkin dia bukan satu-satunya orang yang menggilai game yang tampaknya sedang mengajak orang untuk menjadi kaya  (meski sedang dalam dunia fantasi).

Apa semua orang di dunia ini bermimpi untuk menjadi kaya. Lalu, apa mungkin ada kekayaan yang tak tampak-tak terlihat secara kasat mata, tapi justru malah dapat dirasakan ? Sehingga, semua orang sah-sah saja untuk bermimpi menjadi kaya, karena kaya bukan perkara yang tampak saja, tapi seperti kataku tadi, ada kaya yang tak tampak, namun nyata; nyata bahwa ia memberikan bahagia (mungkin).

Namun kenyataannnya di dunia nyata, kekayaan sangat diagungkan karena kekayaan dapat merubah situasi dari yang tidak diharapkan menjadi sebuah kondisi ideal, yang tentunya diharapkan. Terkadang, yang harampun bisa dihalalkan.Ya, itu salah satu cara agar bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Memanipulasi hal baik menjadi buruk, atau sebaliknya, hal buruk menjadi baik. Hitam dan putih kadang membaur menjadi ‘abu-abu’ yang sudah sulit dipisahkan lagi muasalnya;putih atau hitam.

Lalu, setelah kaya apalagi yang dicari ? Masih adakah hal diatas kekayaan, sehingga mereka yang sudah sampai pada kondisi baik itu (baca: kaya) malah seolah tak ingin berhenti. Lagi, lagi, dan lagi mengejar kekayaan yang lain, ia menjadi ketagihan untuk mengejar kekayaan berikutnya. Apa itu pertanda bahwa tak ada tolak ukur dan patokan dari kata kaya itu sendiri. Di atas orangkaya ada orang yang lebih kaya, dan diatas yang lebih kaya, ada yang sangat kaya.

Ya, semua masih tentang kaya. Mimpi dari sikaya adalah menjadi yang terkaya, sehingga ia akan berusaha meraih banyak hal yang membuatnya sampai pada posisi ter/posisi paling; paling tinggi dan paling atas. Namun terkadang orang yang terkaya itu tidak memiliki apa yang dimiliki sikaya lainnya. Jika sikaya penyantap steak, pizza, spagety, burger dan semua makanan menggiurkan yang terdengar nikmat itu dengan lahap menyantap hidangannya di meja mewah, samakah dengan kekayaan yang sedang dinikmati penyantap lalap, sambal terasi dan tempe goreng yang sedang melahap semua itu sebagai hidangan penuh cinta yang dibungkuskan istrinya sebagai bekal makan siang hari ini. Adakah yang bisa membandingkan dua hal itu, mana yang lebih nikmat ? Mana yang lebih kaya?

Jika kekayaan diumpamakan sebagai cahaya, bintang bisa disebut sebagai kekayaan itu, karena bintang yang kerap menjadi sumber binar pada gelapnya malam, ia menjadi yang kaya dalam gelap, ia menjadi kaya karena gelap, adakah bintang pada siang yang terang ? Lalu kalau sudah begitu, siapa yang kaya, bintang, atau malam pemilik kegelapan, yang memberi hidup pada bintang.

Semoga kalian akan sampai pada kesimpulan bahwa kaya memang perkara yang tak punya kata pasti untuk tolak ukur, puncak capaiaannya, bahkan bentuknya sekalipun.

Semoga kalian dalam keadaan kaya, dan bersama kekayaan masing-masing.

Ruang Diskusi 24/9 *Dunia Kata.yo.sinta


Sabtu, 20 September 2014

Menunggu Hujan hingga Bersama Hujan

*tulisan sederhana saat menunggu teduh hujan

Aku selalu menerka bahwa lelaki yang dikirim Tuhan untuk menghabiskan hujan bersamaku dan dengan sabar menunggu teduh itu datang adalah lelaki yang pas untukku, pas untuk menjadi tua bersamaku. Adakah kau pada teduh yang kuintai ??? ***

Kutipan Cerpen “Teduh Itu Selepas Hujan-yo.Sinta

Aku tak tahu, apa perasaan berbunga (kadang sendu) saat hujan dimiliki oleh setiap perempuan di muka bumi ini. Mungkin karena mereka makluk berhati halus yang mengagumi keromantisan. Hujan memang kerap jadi sebuah penggambaran tentang rindu, kenangan, dan juga cinta. Aku memang kerap menunggu hujan.

Aku salah satu perempuan yang senang terkepung ‘di dalam hujan’, dan senang bersama hujan. Namun makin kesini aku menyadari satu hal, bahwa yang kucari dan kunikmati dari hujan bukanlah basahnya. Bukanlah bisik suara rintiknya yang jatuh ke tanah dan bebatuan. Namun ‘teduhnya’. Hanya hujan yang mampu memberikan teduh, seperti pantai yang menjanjikan debur ombak.

Teduhlah yang diincar dari hujan. Hujan yang turun bermenit-menit, atau mungkin berjam-jam akan menjanjikan teduh. Cobalah. Jika kau sudah menunggu hujan, dan sudah menghabiskan waktumu untuk bersamanya, hingga ia reda, jangan berpikir untuk menyudahi kesenanganmu itu. Sempatkanlah berdiam diri melepasnya: berdiri di depan jendela kamarmu, atau duduk di beranda rumahmu, lalu hiruplah udara  dari sisa hujan itu. Nikmati lembut aroma tanah basah dan udara lembab yang tawarkan. Itulah teduh yang kumaksud. Bukanlah suasana manis itu sangat menyenangkan. Bagiku itulah puncak kebahagiaan ketika sudah memutuskan untuk menunggu hujan dan menghabiskan waktu bersamanya. Dan hanya hujan yang akan menjanjikan itu padamu.

Ya, teduhmu hujan yang kuincar. Jadilah teduh,agar aku selalu memiliki alasan untuk menunggu dan bersama hujan.

DuniaKata.yo.sinta

Jumat, 19 September 2014

BE HONEST ??


Pernahkah kalian mereka ulang semua jawaban, penjelasan, atau apapun yang kalian pernah jabarkan dalam hidup. Lalu menghitung berapa banyak kebohongan diantaranya. Mulai dari persoalan sederhana, saat Ibumu bertanya “habis uang jajan tadi ?”, atau pertanyaan penting “sudah makan tadi? ”, lalu pertanyaan serius  berikutnya “apa kamu mencintaiku ?”.

Sebelum mengurai panjang lebar tentang gelisah yang sedang ingin saya bagi, saya ingin meyakinkan siapa saja yang membaca bahwa ini bukan artikel pendukung pelajaran ppkn/kewarganegaraan atau pelajaran agama, atau pelajaran etika dan sopan santun sekalipun. Ini hanya gelisah yang harusnya jadi celotehan. Namun dinding kamar yang sudah beku di tengah malam begini membuat gelisah ini harus mengapung jadi kata-kata.

Suatu malam Joia gelisah tak bisa tidur, padahal matanya sangat mengantuk sebelumnya. Dan padahal lagi, ia juga sudah berpamitan via ponsel pintar dengan pacarnya. Di awal percakapan, sang pacar yang seharian sudah bekerja tampaknya sangat mengantuk, tak banyak percakapan dan langsung mengantarkan sebuah pesan pendek yang kerap jadi ending percakapan malam hari “yuuk, istirahat”. Joia mengamini, iapun menaruh ponsel lalu mencoba untuk tidur. Namun entah apa-entah kenapa-ia tak bisa tertidur. Setelah gelisah cukup lama, Joia memutuskan untuk kembali meraih ponselnya. Ia melihat pesan via salah satu roomchat yang tak dibaca oleh pacarnya. Ya, mungkin ia sudah tertidur. Namun entah feeling dari mana, ia memutuskan untuk kembali mengirim pesan-Joia merasa pacarnya disana masih terjaga, pesan itu juga sekaligus menjadi tanda dan kabar pada pacarnya bahwa ia tak bisa tidur/belum tidur. Tapi ya, tetap tak dibaca. Joia makin berpikir, ya pacarnya sudah tidur. Namun feeling, ponsel, dan jari seolah bekerja sama malam itu, Joia membuka salah satu akun yang ia punya, pada sebuah akun jejaring sosialnya, ponsel pintar Joia berhasil menemukan kebenaran feelingnya “32 menit yang lalu pacarnya baru saja menyukai dua foto milik teman di akun pribadi pacarnya itu”. Sebuah kehobongankah ini ? Karena lebih kurang sudah satu jam yang lewat pacarnya meninggalkan obrolan mereka dan berisyarat bahwa ia akan tidur. Joia diam-tak menunjukkan reaksi berlebihan, “ini hal kecil” katanya.

Cerita milik seseorang ini membuat saya gelisah. Lalu mempertanyakan tentang sebuah kejujuran. Seberapa mudah mulut kita mengejawantahkan sebuah kebohongan. Saya memilih diam beberapa saat ketika menyimak cerita Joia. Lalu saya me-reka  kebelakang tentang kebohongan yang saya miliki. Ya, ia berjalan beriringan, sebanyak kejujuran yang pernah saya ungkapkan. Atau entahlah, mungkin lebih banyak. Atau (semoga) mungkin lebih sedikit.

Namun pada buku bacaan mana saya harus mencari penjelasan bahwa kebohongan adalah sesuatu yang baik. Kebohongan adalah penyeimbang dari kejujuran yang kadang bisa  membawa kita pada “kebodohan”. Kalian mungkin pernah mendengar bukan “jangan jujur banget jadi orang, nanti gampang dibodohi”. “Berbohong lebih baik dari pada jujur kalau itu menyakitkan”. Atau kalimat sejenis lainnya yang hampir sama maknanya; anjuran agar kita sesekali (boleh) berbohong demi kebaikan. Lantas, apa kebohongan bisa jadi cara agar kita menjadi “yang pintar” saat berhadapan dengan orang lain.  Saya sebenarnya mengurai hal yang abstrak. Perkara kebohongan dan kejujuran hal yang tak bisa diraba bukan, mungkin hanya dirimu dan Tuhanmu saja yang tahu.

Namun lagi-lagi ini gelisah yang harus saya urai dan tuntaskan. Saya mulai ketakutan, saya mulai menyangsikan sebuah kebohongan sekaligus kebenaran. Berapa kuatkan akhirnya hal yang kita bangun jika pondasinya bercampur dengan kebohongan. Bukankah itu seumpama, kuli bangunan yang mencampur adukan semen untuk bangunan yang sedang ia kerjakan dengan bahan yang lebih murah/tak sesuai takaran semestinya/mencampur dengan bahan lain yang lebih rendah kualitasnya ?? Bangunan itu tetap akan bisa berdiri, juga tampak kokoh, tapi mungkin akan menjadi lebih mudah retak atau lebih buruknya lagi hancur berkeping saat gempa datang.

Entahlah, atau mungkin ini perumpamaan yang salah.

Berkata bahwa kita akan menjadi jujur, atau janji bahwa kita tidak akan berbohong tentunya bukanlah hal sederhana. Kita perlu berkali-kali harus mempertanyakan kembali tentang nilai dan arti kejujuran itu pada hati.Tulisan ini bukan juga sebuah ajakan untuk menjadi jujur. Karena saya juga belum tahu, kejujuran apa yang bisa sama-sama kita amini.

Saya sedang membayangkan jika suatu hari Joia memutuskan menikah dengan pacarnya. Lalu pada hari pernikahan itu Joia mengurakan pertanyaan penting yang saya tuliskan di awal “apa kamu mencintaiku”. Yang kemudian akan dilanjutkan dengan pertanyaan manis berikutnya, “apa kamu akan setia, mendampingiku selamanya?” Bukanlah itu lebih rumit, menjawab hal diluar pengetahuan kita, kita tak punya kemampuan yang 100 % ampuh tentang prediksi masa depan bukan. Apa jawaban ya adalah sebuah kejujuran, atau mungkin kebohongan ??
Atau pada kondisi lain di hari pernikahan itu, ada seorang perempuan yang duduk di bangku tamu, dan perempuan itu adalah pacar dari pacarnya-yang akan jadi suaminya. Padahal sebelum memutuskan menikah Joia pernah bertanya “apa saya perempuan satu-satunya di dunia ini yang kamu sayangi”. Entahlah, apa itu bagian dari kebohongan untuk kebaikan.

Tapi entahlahlah. Lagi-lagi entahlah. Kata-kata saya masih terbata untuk mengurai lebih banyak hal lagi tentang kejujuran dan kebohongan.

Apakah kita memang tidak boleh berbohong, seperti yang diajarkan oleh guru, ibu-bapak kita sejak kita kecil. Apakah menjadi sangat ideal kalau kita tidak berbohong.

Apakah kita menjadi yang benar saat kita bisa untuk tidak berbohong. Lalu, apakah ada yang bisa untuk tidak berbohong, dan menyodorkan kebenaran setiap saat. Jika ada, bukanlah di dunia ini ….

“tak ada kebenaran yang benar-benar; BENAR” ??


DuniaKata.yosinta.

Hidup adalah Perkara Mengetuk Pintu :ketika saya bersama “pilihan saya”

Sempatkah sesekali kalian terdiam, lalu menawarkan pertanyaan sederhana pada dirimu sendiri. “Kau mau dikenal lalu dikenang sebagai siapa kelak”. Kehidupan adalah proses mencari, mencari pintu mana yang tepat untuk kau ketuk, bisa kau masuki, dan bisa membuatmu nyaman berdiam-lalu menghuni ruangan itu. Banyak pintu yang bisa kau ketuk tapi tak bisa kau masuki, atau ada yang lebih sulit; kau sama sekali tak menemukan pintu untuk kau ketuk. Lalu ada pintu yang bisa kau ketuk, bisa kau masuki, namun kau tak nyaman di dalamnya.

Bukanlah semua tentang hidup adalah perkara mengetuk pintu.

Kau terlahir, besar, lalu orangtuamu mulai menanam banyak benih dalam dirimu yang siap tumbuh jadi cita-cita yang kemudian akan berkembang menjadi obsesi. Obsesi yang kemudian menggiringmu menemukan pintu yang tepat untuk kau ketuk-lalu dipintu cita-cita kau kerap tumbuh menjadi apa-siapa-dan bagaimana.

Saat kau tumbuh menjadi dewasa kau juga perlahan mencari pintu yang tepat untuk kau ketuk, kau masuki,dan jika sudah pas, di dalamnya kau akan nyaman untuk berbicara banyak hal tentang cinta. Jodoh juga perkara mencari pintu yang tepat untuk kau masuki bukan. Dan sebaliknya siapa yang bisa mengetuk hatimu, membukanya dan kau izinkan untuk menghuni ruang paling istimewa yang kau miliki//hati.

Rezeki/karier/pekerjaan dan jodoh yang kuurai di atas dua hal mendasar bukan dalam kehidupan ini. Dua hal mendasar yang bergantung pada proses mengetuk pintu. Ya. Aku makin yakin bahwa hidup adalah perkata mengetuk pintu. Aku berkali-kali mengetuk pintu, banyak pintu yang ketemui dalam hidupku, untuk urusan apa saja itu. Aku terlahir bukan sebagai seorang anak manusia yang punya kehidupan mulus, baik-baik saja, yang jalannya seperti skenario sempurna tanpa revisi. Hingga diusiaku saat ini cukup banyak pintu yang sudah aku ketuk, kumasuki, kuhuni, dan juga pintu yang tak kuketuk sama sekali. Atau yang kuketuk,  namun tak kumasuki, meski aku harusnya bisa masuk dan menghuni ruangan itu. Ya, hidupku belum tuntas. Namun tentunya aku ingin menemukan ruangan yang tepat itu-secepatnya.

Pertanyaan sederhana “kau mau dikenal lalu dikenang sebagai siapa kelak” memang membuatku berpikir keras tentang pintu-pintu yang sudah kuketuk dan kuhuni sekarang. Menyadarkan aku tentang capaian di usiaku yang sudah 24 tahun. Terlambatkan jika aku keluar dari ruang ini ?? Lalu memutuskan kembali mundur ke belakang, mencari pintu yang sempat kuketuk, namun tak kumasuki itu. Atau sembari itu aku juga akan mencari pintu yang tepat untuk kumasuki (lagi), setelah aku mengetuknya.
Pertanyaan sederhana itu memang tak datang dengan sendirinya. Banyak hal yang terjadi membuatku ‘terdesak’. Ya, entah terjemahan apa yang tepat untuk kata yang kukutip itu. Tapi itulah mungkin kata yang tepat untuk mewakili kondisi yang tak mungkin kuurai dan kujabarkan, karena itu bagian dari proseskku yang tak perlu kalian pahami. Kalian hanya mesti paham aku sedang berusaha menjawab pertanyaan sederhana itu.

“Kau mau dikenal lalu dikenang sebagai siapa kelak”

Aku sudah memutuskan. Keluar dari ruangan itu. Meski banyak yang menyayangkan, namun tentunya aku lebih menyayangkan jika aku terlalu lama harus berdiam diri untuk tidak melanjutkan proses mencariku. Aku tak ingin lebih terlambat dari hari ini.

Semua ini tentangku. Tentang proses yang sedang kumulai, kulanjutkan dan akan aku capai. Teruntuk kalian yang ada disekelilingku, berdiamdirilah lihatlah aku mencari. Namun jikapun ada yang sedang mencoba mendampingiku untuk proses ini terimakasih atas keridhaan menerima proses kembali “nol” yang sedang menjadi pilihanku.

Masih tentang kata.


Duniakata.yo.sinta
*semoga tulisan ini bisa membuat banyak orang paham dan tak lagi menyodorkan pertanyaan “kenapa resign??”




Rabu, 17 September 2014

'Kataku' Seperti Penari

Bak penari. Aku ingin kata-kataku menggeliat ke segala arah. Di lihat atau tidak, sama perkara dengan dibaca atau tidak. Aku tak peduli, yang kutahu tubuhku bergerak, mengibaskan banyak rasa terpendam yang harus meluap menjadi ekspresi.

Akan kutulis semua kata-kata yang berserak di otakku. 

Sebanyak waktu yang aku punya, sebanyak mampu yang jariku mau. Karena sudah terlalu lama aku mencari. Mencari teduh. Aku teduh disini, dalam kata-kataku sendiri.


DuniaKata.yo.sinta

Tentang Kata-Kata yang Kupunya

Aku terlanjur memilih ‘kata-kata’ sebagai jalan hidupku. Lalu saat ini, di usiaku yang sekarang aku mempertanyakan tentang pilihanku. Apa yang bisa kulakukan dengan ‘kata-kata’ yang aku punya. Kata-kata yang juga mereka punya. Mereka bilang, kata-kata mampu merubah dunia. Tapi bagiku, aku tak ingin merubah apa-apa. Aku ingin kata-kataku dikenal dunia. Aku ingin kata-kataku menjelajah dunia. Aku ingin dunia hafal, kata-kataku.

Berkunjunglah, simaklah, ambillah sesuatu yang mungkin kalian butuhkan dari kata-kata yang kumiliki (yang mungkin saja akan jadi milik kalian juga).  

Selamat datang. Selamat datang di Dunia Kata. Sebuah jawaban tentang pertanyaan sederhana: “ Apa yang harus aku lakukan dengan kata-kata yang kupunya ?”


DuniaKata.yosinta.

Pages - Menu

Pages - Menu

Popular Posts

Blogger news

Blogger templates

 

Template by BloggerCandy.com