Hidup tidak
akan jalan di tempat. Ia akan mengantarkan kita pada banyak proses.
Proses akan
menjanjikanmu kegagalan seperti ia menjanjikan kesuksesan,
menjanjikan
kesedihan seperti ia menjanjikan kebahagiaan,
dan menjanjikan
kekecewaan seperti ia menjanjikan kepuasan.
Ya,
kekecewaan. Mungkin tak satupun manusia di muka bumi ini yang tidak pernah
kecewa. Entah kapan, Entah karena apa, entah kerena siapa, yang jelas kecewa
bukanlah hal yang menyenangkan. Bukan hal yang ditunggu di saat pagi di awal
hari, bukan yang ditunggu di hari senin di awal minggu, bukan hal yang ditunggu
di tanggal 1 januari di awal tahun.
Ya,
kekecewaaan adalah hal yang kerap mencabik-cabik hari,
memporak
porandakan hati, dan merusak kerja otak secara pasti.
Ini kali berikutnya ia mengeluh tentang
harinya yang tak berjalan baik. Dia seseorang yang sudah aku anggap Adik (meski
di darahku dan darahnya tak mengalir darah dari Ibu dan Bapak yang sama). Namun
kali ini ada kegelisah yang berbeda nampaknya, harinya sedang benar-benar
garang tampaknya. Tidak sekedar pesan pendek, tidak sekedar chat di ponsel
pintar atau akun pribadi. Bahkan ia tak berani bersuara, tiga surat ia
kirimkan, tentu di zaman secanggih ini tak perlu berkirim surat lewat pos;
kecuali ingin menikmati sensasinya atau memang sedang diribetkan dengan proses
administrasi.
Gelisahnya adalah rahasia kami. Jawabanku
juga rahasia kami. Ssssssst, kami berdua sudah berjanji, bahwa kita akan punya
rahasia baru; tentang gelisahnya kali ini. Kepada yang dikenal atau tidak dikenal,
kami sudah berjanji bahwa ini akan jadi rahasia. Tiga lembar surat yang ia
kirimkan dalam waktu yang berbeda, aku balas dengan tujuh lembar surat yang
kukirim pada suatu malam, setelah ia menunggu lebih kurang seminggu untukku
bisa menelaah terang tentang gelisahnya, dan bersiap dalam waktu yang cukup
lama agar aku tahu cara yang tepat menakhlukan sendunya.
Aku kirimkan surat itu. Lebih kurang 15 menit
ia hening tak berkabar. Lalu kemudian kalimat “secepatnya aku akan membalas
suratmu, kak. Rinduku terobati, tanyaku berjawab,” masuk ke
chat salah satu akun pribadiku. Kalimat itu membuatku berpikir ternyata
kata-kataku cukup ampuh untuk membuatnya memahami arti kekecewaan. Aku rasa
kata-kataku mampu membuat langkah diamnya beranjak dari rasa sakit yang sedang
mengamuk di dalam hatinya. Maka aku putuskan untuk menulis tulisan ini; agar
kami tetap punya rahasia, namun aku tetap punya cara berbagi agar dunia tahu,
ya, tentang rahasia yang disimpan setiap kata.
***
Dik, hati itu menyimpan banyak rahasia. Aku
paham benar bagaimana cara hati menjaga satu persatu rahasia yang kita titipkan
padanya. Seberapun kita berkata bahwa kita baik-baik saja, apa yang disimpan
hati akan tetap sama. Seberapun kita berkata bahwa kita ikhlas
menerima/melepaskan/memaafkan, hati akan tetap penyimpan rahasia bahwa ada rasa
sakit disana. Ya Dik, hati memang lihai menyimpan banyak rahasia. Termasuk
untuk perkata ikhlasmu kali itu. Seberapapun pada waktu sebelumnya, kau berkata
kau ikhlas menerima hal buruk/hal mengecewakan yang terjadi pada dirimu.Tapi
akhirnya, hari ini (hari depan-dari harimu waktu lampau itu) kembali menguapkan
kejujuran dari dalam hatimu, menerjemahkan rahasia yang masih saja kau simpan
sejak hari itu kau berkata kau kecewa.
Waktu itu, kau mencoba menerima apa yang
terjadi. Setelah berpikir keras, merintih sekencang-kencangnya, mengadu dengan
berapi-api padaku, kau akhirnya tetap berjalan ke depan, melanjutkan langkahmu,
dan kau berhasil beranjak dari kekecewaan. Tapi ternyata sebagai kakak, aku
lupa memberikan pelajaran ini padamu. Tentang
rahasia hati. Tentang hati yang setia pada rahasia; menjaga apa hal pertama
yang kau titipkan padanya. Seperti kau sudah jatuh cinta pada seseorang. Kau menyodorkan
hal pertama padanya//pada hati; bahwa kau sayang; lalu jatuh cinta padanya, kau
cinta dia. Kalaupun berikutnya hal buruk terjadi, lantas kau mengenalkan pada rasa sakit, kau mulai
pelan-pelan mengenalkan rasa benci, dendam, amarah padanya. Tapi hati akan
setia pada rahasia yang sudah kau titipkan padanya. Seberapapun kau belajar
membencinya, menjauh darinya, tak ingin melihatnya lagi, tapi hatimu akan tetap
setia pada rahasia yang sudah kau perkenalkan pertama kali padanya; kau tetap
akan mencintainya. Entah kau harus, mencintainya dalam rasa benci yang
menjadi-jadi.
Hari itu ketika kau berkata, bahwa kau
kecewa, aku tahu persis bahwa rasa ini juga yang sudah kau titipkan pada
hatimu. Meski hari itu kau bangkit dari rasa kecewamu, tapi seperti yang
kukatakan tadi, bahwa hati teramat pandai menyimpan rahasia Dik. Hari ini kau
gelisah lagi, ia kambuh lagi, rasa kecewa itu kembali mengamuk. Menelan semua
kata “tak apa-apa”, “aku bisa”, “aku menerimanya” dan kata-kata berisi amunisi
semangat lainnya yang sempat terlontar hari itu. Hatimu tak bisa mengubah
rahasia; bahwa kau tak bisa menerima hal buruk yang sedang dihadapkan orang
lain padamu.
Ya, aku memang lelai hari itu aku lupa
memberikanmu pelajaran tentang ini. Tentang hati, rahasia, serta penawar yang
dimiliki hati. Tapi tak ada kata terlambat untuk aku yang menyayangimu. Aku
bersyukur, kau masih datang dan mempercayakan gelisah itu menjadi bagian dari
gelisahku juga, hingga hari ini aku bisa melanjutkan pelajaran ini untukmu,
Dik.
Dik, aku ingin kau bersyukur. Bahwa hari ini
kau sudah ditampar, kadang kita perlu merasakan rasa sakit agar kita akan
bergegas mencari rasa “manis” untuk penyembuh, dan rasa manis itu (kebahagiaan)
akan bisa kau pahami secara utuh, karena kau sudah tahu rasa sakit. Namun bersyukur,
memang tak semudah yang aku menuliskannya
di atas. Ada proses belajar untuk ikhlas, atau kita sederhanakan; belajar
menerima. Mengamini, bahwa tamparan itu karena kesalahan kita, bukan perkara
rasa sakit hati/ kebencian/ dendam/ketidaksukaan/orang lain atau hal buruk
lainnya.
Kau pasti akan berkata, bagaimana cara
menerima (menikmati) tamparan? Karena itu adalah hal buruk yang menyakitkan,
bahkan memalukan. Tapi seperti yang aku bilang padamu tadi, bahwa lagi-lagi
hati sangat dekat dengan rahasia Dik, hati menyimpan banyak rahasia. Termasuk
untuk hal yang satu itu, ada zat dalam hati yang akan menjadi
“penawar/penyejuk” untuk tamparan itu. Jika kau bertanya dimana zat itu Kak ?
Kau yang tahu letaknya, hati itu milikmu, kau yang hafal pada ruang mana kau
menyimpan zat itu. Ruangmu bukan ruangku atau siapa saja, begitu juga
sebaliknya, bisa saja kita menaruhnya pada posisi yang berbeda. Bukankah
manusia istimewa karena gumpalan yang kita sebut “hati” itu Dik. Maka tidak
salahlah hati akan menyimpan banyak rahasia-termasuk hal baik itu. Aku percaya,
kau bisa menemukannya.
Aku sedang
berusaha keras memahami gelisahmu. Aku sangat paham kau kecewa. Persis seperti
siswa yang tidak mendapat rangking di kelas, padahal ia merasa sudah
mengerjakan latihan, PR, dan ujian dengan sangat baik. Persis seperti calon
mahasiswa yang tidak lulus SPMB, padahal ia sudah latihan banyak soal, ikut
bimbel dengan sangat baik. Persis seperti laki-laki yang ditolak cintanya,
padahal ia sudah mengirimkan banyak puisi dan kembang, serta memberikan
perhatian dengan baik untuk gadis yang ditaksirnya. (semoga aku menerjemahkan
secara tepat kekecewaanmu). Kau masih gagal padahal kau sudah merasa memberikan
semua hal baik, dan berusaha dengan baik. Namun ada hal yang lagi harus kamu
pahami dek, baik belum tentu benar dan tepat. Apa bunga yang diberikan lelaki
pada perempuan yang ia taksir itu akan membuatnya tersenyum ? Kalau ternyata si
perempuan alergi bunga.
Lantas apa ukuran benar dan tepat.
Entahlah,ia punya takaran ganjil yang masih sukar kita hitung Dik. Tapi sebagai
manusia kau punya akal dan pikiran. Jika jalan yang kau tumpuh, menghadapkanmu
pada jalan buntu, maka aku yakin, naluri manusiamu akan membuatnya mencari
jalan lain, berbalik, merubah arah, dan berusaha menemukan jalan yang akan
membawamu pada tempat yang kau sebut; sampai. Begitupun kali ini, jika kau
masih gagal pada proses ini, izinkan proses berikunya mengantarkanmu pada
kesuksesan. Seperti yang sering aku katakana; hidup tidak akan jalan di tempat.
Ia akan mengantarkan kita pada banyak proses. Proses akan menjanjikanmu
kegagalan seperti ia menjanjikan kesuksesan, menjanjikan kesedihan seperti ia
menjanjikan kebahagiaan, dan menjanjikan kekecewaan seperti ia menjanjikan
kepuasan. Jika proses ini menawarkan kekecewaan padamu, bukankah pada proses
berikutnya (kau sedang) dihadapkan pada janjinya untuk menawarkan kepuasan. Ya,
kecuali kau sedang memilih untuk tidak melanjutkan proses berikutnya, dan
memilih berdiam pada kekecewaan yang sudah dihadiahkan dari prosesmu yang berjalan tidak benar dan
tidak tepat (meski kadang kau sudah
mencoba menjalaninya dengan baik).
Selamat melanjutkan prosesmu Dik. Jika kau
bertanya apa yang harus kau lakukan, aku pastikan aku tak akan menjawabnya.
Karena aku percaya bahwa kau sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang tahu
cara melawan amukan badai. Keberadaanku bersamamu, dengan tangan kita yang
saling menggenggam, cukup memberikan rasa hangat untuk melawan rasa dingin, dan
meyakinkanmu bahwa kau tidak sendiri saat melawan amukan badai ini.
*tulisan ini
merupakan bentuk lain dari surat yang kutulis untuk adikku itu. Semua masalah
tidak diutarakan secara verbal dalam tulisan ini, sangat berbeda dengan surat
asli yang dikirim. Ini hanya bagian dari caraku berbagi kata-kata pada dunia
kecilku. Sssstt, kami tetap punya rahasia yang tidak akan kalian tahu.
DuniaKata.yo.sinta
November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar