sesuatu itu akhirnya membuatku tergerak untuk menuliskan ini
Mendampingi
seorang teman yang patah hati, kehilangan semangat, dan nyaris tidak percaya
dengan cinta membuatku akhirnya lelah sendiri.
Asupan semangat, motivasi ala Mama Dedeh sampai Mario Teguh sekalipun
hanya akan mempan sepergian jam saja.
Hanya manjur
untuk senyum terpaksa, sesekali gelak tawa lirih yang seolah sedang menelan
suara. Dan itu hanya akan berlangsung beberapa saat saja, sebelum ia kembali
murung semurung murungnya, menangis sejadi-jadinya, kesal sekesal kesalnya, dan
marah semarah marahnya seperti orang normal yang nyaris gila.
Jika semua
kataku sudah hilang makna, kehilangan kekuatan, mungkin ini bisa jadi kata-kata
terakhir untuk temanku itu. Aku lelah teman. Harus menyemangatimu dengan segala
hal baik yang pernah kusimpan rapat-rapat dalam otak kecilku. Sudah saatnya kau
belajar memahami kebenaran yang pahit, bukan sekedar mengamini kata-kata
penyemangat yang manis.
Aku nyaris
kehabisan cara.
Kehabisan cara
untuk bisa membuat hatinya mereda dan berdamai dengan kanyataan.
Sampai hari
ini, ia selalu berontak. Selalu berkata bahwa ini tidak mungkin terjadi. Ia
masih tidak percaya bahwa kekasihnya bukan lagi orang yang memperjuangkannya. Bahkan ia masih saja menyimpan kepercayaan bahwa
hari esok akan baik untuk mereka. Sebuah kepercayaan yang sia-sia menurutku.
Entah
apalagi yang masih ia perjuangkan. Waktu telah menyusun adegan demi adegan
secara runut, hingga akhirnya ia tutup dengan sebuah fakta berisi bom waktu
yang meledak seketika. Berawal dari kepergiaan kekasihnya yang tanpa pamit.
Kemudian berbulan-bulan kekasihnya itu menghilang tanpa kabar, kemudian datang,
lalu pergi lagi.
Apa yang ia
janjikan dalam perginya? Pulang? Bukan!! Tapi sebuah tamparan paling keras.
Apa mata
mampu berbohong? Jika itu matanya sendiri?
Ya, temanku
itu sedang ditelan hidup-hidup oleh kebodohan. Sudah jelas-jelas ia melihat
dengan matanya, bahwa bukanlah potret dirinya yang disandingkan dengan potret
kekasihnya itu. Dengan wanita yang ia tahu persis itu bukan saudaranya. Tapi ia
masih saja melawan logikanya. Kurang buruk apalagi, ketika ia meminta
penjelasan, lelakinya itu mengelak, kembali entah kemana, menghilang menalan
banyak kabar.
Aduuuuuh
mak. Kebodohan level berapa yang sudah bersarang di otak temanku itu. Aku
sering tidak mengerti bagaiamana otak dan hati wanita bekerja.
“Ini tidak
mungkin. Karena ia selalu mengirimiku rindu meski dengan cara diam-diam. Ia
selalu mengirimi surat cinta yang berisi kerinduannya, semua penjelasan yang masuk
akal, dan berisi janji dan cita-cita tentang hari depan. Ya, untukku”
Itu yang
selalu teman ku katakana saat aku berjuang meredakan banyak kepanikan, berpuluh
kesakitan, dan ratusan rasa kecewa yang bersarang dalam dirinya setelah bom
waktu itu meledak.
“Ini tidak
mungkin. Aku masih yakin, ia yang menulis surat cinta itu. Aku yakin bahwa ia
benar-benar akan pulang. Surat cinta itu nyata. Bukan rekayasa. Pasti ada yang
bisa ia jelaskan tentang potret itu. Semua surat cintanya itu buktinya.”
Teman, boleh
kukatakan sesuatu tentang surat cintamu itu?
Dan mungkin
ini yang terakhir kali. Jika setelah ini kau mau menaruh namaku di deretan
musuhku, silahkan! Tapi sungguh ini membuncah. Sudah diubun-ubun. Memanas, dan
ingin aku teriakkan ke kupingmu yang nyaris tuli untuk mendengar kebenaran itu.
Percayalah!
Kumohon
percayalah! Bahwa :
tulisan romantis itu berisi 99% kebohongan
dan 1% rasa iba” !!
DuniaKata.yo.sinta
Maret 2015
Percayalah ku,aku,ia,kau,teman dalam tulisan ini hanyalah tokoh
fiksi semata.
Tokoh-tokoh yang direkayasa agar tulisan di blog ini menjadi enak
diseruput, seperti menyeruput Kopi Susu Vietnam Drip pada suatu malam.
Mungkin hanya 2 diantara milyaran manusia di bumi ini yang akan
berjumpa tokoh fiksi itu di dunia nyata ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar