Pages

Minggu, 15 Maret 2015

Tulisan Romantis Itu Berisi 99% Kebohongan dan 1% Rasa Iba



sesuatu itu akhirnya membuatku tergerak untuk menuliskan ini 

Mendampingi seorang teman yang patah hati, kehilangan semangat, dan nyaris tidak percaya dengan cinta membuatku akhirnya lelah sendiri.  Asupan semangat, motivasi ala Mama Dedeh sampai Mario Teguh sekalipun hanya akan mempan sepergian jam saja.

Hanya manjur untuk senyum terpaksa, sesekali gelak tawa lirih yang seolah sedang menelan suara. Dan itu hanya akan berlangsung beberapa saat saja, sebelum ia kembali murung semurung murungnya, menangis sejadi-jadinya, kesal sekesal kesalnya, dan marah semarah marahnya seperti orang normal yang nyaris gila. 

Jika semua kataku sudah hilang makna, kehilangan kekuatan, mungkin ini bisa jadi kata-kata terakhir untuk temanku itu. Aku lelah teman. Harus menyemangatimu dengan segala hal baik yang pernah kusimpan rapat-rapat dalam otak kecilku. Sudah saatnya kau belajar memahami kebenaran yang pahit, bukan sekedar mengamini kata-kata penyemangat yang manis. 

Aku nyaris kehabisan cara. 

Kehabisan cara untuk bisa membuat hatinya mereda dan berdamai dengan kanyataan. 

Sampai hari ini, ia selalu berontak. Selalu berkata bahwa ini tidak mungkin terjadi. Ia masih tidak percaya bahwa kekasihnya bukan lagi orang yang memperjuangkannya. Bahkan  ia masih saja menyimpan kepercayaan bahwa hari esok akan baik untuk mereka. Sebuah kepercayaan yang sia-sia menurutku. 

Entah apalagi yang masih ia perjuangkan. Waktu telah menyusun adegan demi adegan secara runut, hingga akhirnya ia tutup dengan sebuah fakta berisi bom waktu yang meledak seketika. Berawal dari kepergiaan kekasihnya yang tanpa pamit. Kemudian berbulan-bulan kekasihnya itu menghilang tanpa kabar, kemudian datang, lalu pergi lagi. 

Apa yang ia janjikan dalam perginya? Pulang? Bukan!! Tapi sebuah tamparan paling keras.

Apa mata mampu berbohong? Jika itu matanya sendiri?
Ya, temanku itu sedang ditelan hidup-hidup oleh kebodohan. Sudah jelas-jelas ia melihat dengan matanya, bahwa bukanlah potret dirinya yang disandingkan dengan potret kekasihnya itu. Dengan wanita yang ia tahu persis itu bukan saudaranya. Tapi ia masih saja melawan logikanya. Kurang buruk apalagi, ketika ia meminta penjelasan, lelakinya itu mengelak, kembali entah kemana, menghilang menalan banyak kabar. 

Aduuuuuh mak. Kebodohan level berapa yang sudah bersarang di otak temanku itu. Aku sering tidak mengerti bagaiamana otak dan hati wanita bekerja. 

“Ini tidak mungkin. Karena ia selalu mengirimiku rindu meski dengan cara diam-diam. Ia selalu mengirimi surat cinta yang berisi kerinduannya, semua penjelasan yang masuk akal, dan berisi janji dan cita-cita tentang hari depan. Ya, untukku” 

Itu yang selalu teman ku katakana saat aku berjuang meredakan banyak kepanikan, berpuluh kesakitan, dan ratusan rasa kecewa yang bersarang dalam dirinya setelah bom waktu itu meledak. 

“Ini tidak mungkin. Aku masih yakin, ia yang menulis surat cinta itu. Aku yakin bahwa ia benar-benar akan pulang. Surat cinta itu nyata. Bukan rekayasa. Pasti ada yang bisa ia jelaskan tentang potret itu. Semua surat cintanya itu buktinya.”

Teman, boleh kukatakan sesuatu tentang surat cintamu itu?

Dan mungkin ini yang terakhir kali. Jika setelah ini kau mau menaruh namaku di deretan musuhku, silahkan! Tapi sungguh ini membuncah. Sudah diubun-ubun. Memanas, dan ingin aku teriakkan ke kupingmu yang nyaris tuli untuk mendengar kebenaran itu.
Percayalah!

Kumohon percayalah! Bahwa :

tulisan romantis itu berisi 99% kebohongan dan 1% rasa iba” !!


DuniaKata.yo.sinta
Maret 2015

Percayalah ku,aku,ia,kau,teman dalam tulisan ini hanyalah tokoh fiksi semata.
Tokoh-tokoh yang direkayasa agar tulisan di blog ini menjadi enak diseruput, seperti menyeruput Kopi Susu Vietnam Drip pada suatu malam.

Mungkin hanya 2 diantara milyaran manusia di bumi ini yang akan berjumpa tokoh fiksi itu di dunia nyata ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu

Pages - Menu

Popular Posts

Blogger news

Blogger templates

 

Template by BloggerCandy.com