Pages

Rabu, 08 Juli 2015

Di Dunia “Semaya” Inipun, Malaikat Itu Bernama “Maaf”

Apalagi yang menjadi alasan untuk menulis, selain kegelisahan. 
 
Lama tidak singgah di ruang yang sepi penghuni ini, aku ingin kembali menulis, karena disini aku sedang gelisah. Seperti biasa, dilirik atau tidak dilirik, dibaca, atau tidak dibaca. Ini hanya upaya agar rasa gelisah ini mereda. 

Ya, aku teringat dialog sederhanaku dengan seseorang kegelisahan itu penting, agar kita tidak diam, tidak menetap pada satu titik aman. Gelisah itu penting agar kita segera beranjak mencari ketenangan”.

Dan teruntuk kalian yang biasanya diam-diam membaca tulisan di blog ini, tanpa meninggalkan kesan di kolom komentar, tapi lebih memilih berkirim pesan ke ponsel, sosmed, atau email, jangan berekspektasi bahwa tulisan ini akan kembali nyinyir tentang cinta, renungan sok bijak, hewan peliharaan, atau tentang teman kecilku. Ini sedikit bergeser dari biasanya. 

Entah kenapa aku tergelitik untuk ikut berkomentar tentang fenomena di dunia maya yang muncul berkali-kali dengan sangat nyintir beberapa hari ini di beranda akun facebook yang aku miliki. 

Entah ini efek pekerjaanku sekarang?
Ya, sudah beberapa bulan belakangan aku sedang asyik bermain-main dengan dunia digital. Jangan berpikir dulu bahwa aku tersesat ! 

Aku (masih) asyik dengan dunia yang kucintai, yakni menulis, meski kali ini menulis konten, ya setelah memilih meninggalkan posisi script writer di salah satu TV swasta, kini aku beralih pada posisi content writer. Ya, sepertinya ini yang menjadi pemicu rasa gelisah ini. Sehari-hari berurusan dengan konten dan digital marketing, aku jadi menaruh perhatian yang agak berlebihan pada konten.

    BRAND X Inginkan Hewan-Hewan Ini Musnah
    BRAND X dan Kuis Kontroversial Musnahkan Satwa
    BRAND X Ingin Musnakan Hewan
    Posting Pertanyaan ‘Hewan yang Ingin Anda Musnahkan’ BRAND X Tuai Kecaman 

Berselancarlah. Kamu akan dengan mudah menemukan artikel dengan judul-judul yang fontnya besar, dan di bold. Ya, penulisnya pasti ingin tulisan itu dibaca publik. 

Ini memang sebuah kesalahan !
Membuat konten dengan pertanyaan ‘yang manakah jika kamu ingin salah satu hewan ini musnah?’ dengan pilihan jawaban; singa, ular,buaya, hiu. 


ahahahaha koplak 

Itu pertanyaan idiot banget dr adminnya ttg hewan yang mau dimusnahkan. Aku mau adminnya yang dimusnahkan gimana ?
 
bra bro bra bro, pethuk kok dipiara. yg bikin konten siapa sih

ini ni pertanyaan paling amat tolol yang pernah gue lihat


Blalalalalalala dan komentar  lainnya...

Sederhananya ini adalah terjemahan dari komentar orang banyak bahwa “apa ada hewan dimuka bumi ini yang diciptakan Sang Pencipta untuk dimusnahkan oleh manusia?”.

Tanpa sempat menjabarkan bahwa itu ternyata adalah bagian dari kuis psikotest untuk mengetahui karakter manusia, netizen sudah terlanjur gusar hingga memilih menghujat, berkomentar pedas, dan memaki. Admin/penulis konten kelabakan, terbangun dari mimpi, tersadar ada hal yang luput dari perhatiannya. 

Dihujat dan menghujat kini sepertinya memang sudah menjadi hal yang biasa di dunia maya. Bahkan hujatan, komentar, perang argumen itulah yang menjadi BERITA BESAR dan (seolah) PENTING.

Komentar-komentar di atas bukan hal baru bukan?
Jika sehari-hari kamu sudah akrab dengan internet, pasti tidak akan terheran komentar-komentar yang terlihat baik-baik saja yang sebenarnya ‘masih pedas’ untuk dikonsumsi manusia berhati.  Sudah biasa ?
Biasa, namun aku tetap tak terbiasa. 

------

Kurang dari 24 jam setelah banjir hujatan, cemooh, makian, hinaan, akhirnya sebuah postingan berjudul PERMOHONAN MAAF muncul (Ya, huruf besar. Penulisnya pasti ingin permohonan maafnya sampai, seperti halnya penulis berita/artikel tadi yang menginginkan tulisan dan ulasannya tentang kesalahan ini dibaca publik).
 
Memohon maaf, menyesali, bahkan mengucapkan terimakasih atas masukan, komentar, dan perhatian. 

Apa itu masih belum mangkus mengusir kegusaran?

Jawabannya BELUM. 

Diantara banyaknya dukungan atas sikap admin/penulis konten yang juga mewakili brand yang meminta maaf dan mengakui kesalahannya, masih terselib beberapa komentar hujatan atau bahkan masih bernada sindiran. 

Aaaaaih, entahlah. 

Harusnya itu cukup. Bukankah kehidupan mengajarkan kita dengan pola seperti itu, bahwa manusia adalah makluk yang tidak sempurna, tidak akan luput dari kesalahan dan manusia harus siap dikritik, ditegur ketika sesuatu terjadi di luar kendalinya. 

Bukankah ini sudah ideal ?

Siap dikritik, siap mengakui kesalahan, dan siap mengucapkan terimakasih karena ada orang/pihak yang berkenan untuk menyita pikirannya agar sesuatu berjalan lebih baik di depan. 

Harusnya di dunia semaya inipun, malaikat itu bernama “Maaf”. 

Apalagi yang hendak diurai ketika maaf sudah terucap. 
Bukankah maaf itu semacam pertanda bahwa masalah sudah selesai dan perlu kewaspadaan lebih lanjut agar hal buruk berikutnya tidak terjadi. 

Ah, maafkan kalau tulisan ini juga akhirnya berisi emosi yang entah. Jauh dari ulasan atau study case sebuah kasus digital. Maafkan :) 

Tersenyumlah, semoga kita punya 'malaikat' di hati kita masing-masing. 


*Bukan ulasan teoritis, tapi tulisan iseng sebagai bentuk proses belajar.
Belajar tentang kesalahan dan arti lebih dari kata ‘maaf’

DuniaKata.yo.sinta
Jakarta, Juli 2015





Pages - Menu

Pages - Menu

Popular Posts

Blogger news

Blogger templates

 

Template by BloggerCandy.com