Di pergantian tahun.
Langit seolah menjadi satu tujuan akhir untuk
banyak mata pada saat tahun menyudahi usianya. Puluhan, ratusan, dan ribuan
kerlip yang panas dihujamkan manusia ke langit. Tapi ya begitulah langit, ialah
hunian cahaya maha cahaya. Dengan mahanya ia menampung genangan kebahagiaan
dibalik letupan yang berapi-api. Ya, langit kita sama pada penghujung tahun
ini. Dimanapun aku, kamu, dia, mereka, saya, anda, dan kita berada, aku kira
langit kita akan serasa. Kita memandang gelap yang sama. Namun samakah doa kita
? Entahlah.
Tahun usai. Waktu menggaris dirinya pada hitungan
dua belas. Melingkar tiga ratus enam puluh hari untuk berhenti. Memberi jeda
untuk manusia mengukur langkah dalam kurun satu tahun. Meski hakikinya waktu
itu tak berhenti karena hari masih setia pada hitungan yang sama yakni 24 jam
yang merupakan hitungan pasti tentang pagi yang ditambah siang, sore, dan disudahi
dengan malam, namun ada jeda yang sebenarnya disediakan pada batas henti di
pergantiaan tahun. Ada jeda untuk mengenang, untuk mengukur, untuk
mengevaluasi, untuk kembali menyusun.
Ada jeda yang diam-diam bisa dinikmati saat
melepaskan kembang api ke langit malam. Ada jeda yang diam-diam dihuni ketika
berdoa pada saat jam dinding berdentang di angka 12; saat ia memberi tanda
bahwa hari kembali dimulai dari hitungan nol. Ada jeda yang diam-diam menyelip
diantara kemeriahan acara bakar-bakaran bersama orang-orang tersayang.
Namun adapula jeda yang berlalu. Berlalu
tanpa makna. Ditelan gemuruh langit karena letupan suara kembang api
warna-warni yang menggaduh. Ada jeda yang berlalu dalam sesaknya kerumunan
lautan manusia saat menikmati konser akhir tahun yang memekakkan telinga. Atau jeda
yang dilindas kepanikan saat melawan kemacetan kota besar yang pongah. Ada jeda
yang tak berhasil membuahkan ruang tenang; jeda yang hanya menyamarkan segala
bentuk syukur dan kebahagiaan. Ada.
Meski aku hanya punya tulisan ini sebagai
suara berisik yang menggaduh di ruang sempitku di penghujung tahun ini, tapi
aku tahu satu hal, Tuhan sudah berkenan mengantarkan aku jeda yang istimewa. Bukan
jeda singkat saat tersintak bahwa tahun akan berganti. Bukan jeda singkat yang
disadari karena melihat kalender bahwa ini tanggal 31 Desember. Ya, aku diberi
jeda yang istimewa. Bukan sekedar jeda pendek seperti jam istirahat siang yang dipotong
pula dengan waktu mengantri makanan.
Aku diberi jeda panjang. Benar-benar seperti
aku yang mematung, padahal aku masih bernafas di bumi yang masih berputar. Jeda
yang membuatku membisu padahal detak jam dinding berisik itu menggodaku untuk
berteriak. Aku tak melangkah, padahal mereka sekelilingku berlari kencang
menuju segala penjuru yang entah. Aku seperti mati suri. Ya, aku berjeda,
benar-benar berjeda dengan segala kewajaran sebagai manusia yang idealnya makin
mendekat pada mimpinya.
Jeda itu dikirim lebih dulu oleh sang pemilik
nafas dari segala hunian jagad ini jauh sebelum logikaku tersadar bahwa tahun
ini akan usai. Aku baru mengerti arti jeda panjang yang awalnya menyesakkan ini.
Bagaimana tidak sesak, aku seperti dikepung kepulan asap hasil pembakaran
rokok//sampah untuk paru-paruku//tapi aku masih dituntut untuk bernafas dengan
baik. Perlahan aku dibuat mengerti, dan menjadi sangat mengerti pada saat aku
akan melepas tahun ini, bahwa Tuhan memang sedang menghadiahkan jeda panjang
untukku. Karena hitungan tahun yang baru menungguku yang berisik. Menungguku
untuk mengusik banyak hal dari segala rencana. Tahun yang baru memerintahkan
aku berlari kencang-sekencang-kencangnya,ampai jeda berikutnya kembali ia
hadiahkan pada hidupku yang mungkin singkat.
Bismillahirahmanirahim. Aku tinggalkan jeda
ini. Aku kembali melangkah.
DuniaKata.yo.sinta
di
penghujung tahun 2014, di awal tahun 2015
23.00 di 2014-01.10 di 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar